Di tengah era modern yang serba cepat dan penuh tekanan seperti sekarang,
semakin banyak orang yang merasakan dampak stres berkepanjangan.

Kecemasan, burnout, insomnia, hingga perasaan kosong yang sulit dijelaskan
seakan menjadi teman sehari-hari. Tak heran, kebutuhan akan penyembuhan
yang menyeluruh—bukan sekadar fisik tapi juga mental—menjadi semakin
mendesak.

Di antara berbagai pendekatan yang mulai dilirik, hipnoterapi muncul
sebagai alternatif yang mulai banyak diperbincangkan. Tapi, sayangnya, masih
banyak juga yang salah paham.

Sebagian orang mengira hipnoterapi itu sama seperti “hipnotis” di TV, di mana
seseorang seolah-olah bisa dikendalikan dan dibuat melakukan hal-hal
memalukan.

Padahal, hipnoterapi sejatinya adalah metode terapi psikologis yang
ilmiah dan punya banyak dukungan riset. Bahkan, American Psychological
Association (APA) sendiri menjelaskan bahwa hipnosis—yang menjadi dasar dari
hipnoterapi—adalah kondisi kesadaran khusus di mana seseorang memiliki
fokus perhatian yang sangat tinggi dan lebih terbuka terhadap sugesti.

Artinya, hipnoterapi memanfaatkan kondisi ini untuk menanamkan sugesti positif dan mengganti pola pikir atau kebiasaan yang merugikan.

Coba bayangkan pikiran manusia seperti gunung es. Bagian puncaknya, yang
terlihat di atas permukaan, adalah pikiran sadar. Tapi bagian terbesarnya yang
tersembunyi di bawah permukaan adalah alam bawah sadar—di situlah
tersimpan trauma, kebiasaan, kepercayaan, dan pola pikir yang selama ini
mengendalikan hidup kita tanpa kita sadari.

Hipnoterapi bekerja langsung ke
bagian bawah sadar ini. Saat seseorang berada dalam kondisi trance—kondisi
relaksasi mendalam—pikiran sadar yang kritis akan lebih tenang, sehingga
pikiran bawah sadar menjadi lebih terbuka untuk menerima sugesti dan
pembaruan makna.

Sebagai contoh, seseorang yang selalu merasa dirinya tidak berharga bisa saja
membawa luka masa kecil yang belum terselesaikan. Dengan hipnoterapi, klien
dapat diajak untuk menyadari asal muasal luka tersebut, memprosesnya secara
emosional, dan mengganti “program” lama itu dengan keyakinan baru yang lebih
sehat, seperti: “Saya cukup dan layak untuk dicintai.”

Namun, sebelum membahas lebih jauh, penting untuk meluruskan berbagai
miskonsepsi yang sering melekat pada hipnoterapi. Tidak sedikit orang yang
menganggap bahwa hipnoterapi adalah bentuk manipulasi. Padahal, faktanya,
klien tetap sadar dan memiliki kendali penuh atas dirinya selama sesi
berlangsung.

Hipnoterapi juga bukan metode sihir atau bentuk pengobatan gaib.
Justru, ia adalah pendekatan terapeutik yang digunakan oleh banyak profesional
di bidang psikologi dan medis untuk membantu penyembuhan dari berbagai
gangguan—baik yang bersifat emosional, perilaku, maupun psikosomatik.

Bukti ilmiah mengenai efektivitas hipnoterapi pun terus bertambah. Sebuah studi dari Journal of Consulting and Clinical Psychology pada tahun 1995 menemukan bahwa hipnoterapi dua kali lebih efektif dibanding terapi biasa dalam mengatasi kecemasan.

Sementara itu, penelitian dari Harvard Medical School menunjukkan
bahwa hipnosis dapat mengurangi nyeri pasca operasi dan mempercepat
pemulihan. British Medical Journal juga pernah mempublikasikan hasil riset yang
menyatakan bahwa hipnoterapi efektif untuk menangani sindrom iritasi usus
(IBS), terutama dalam mengurangi gejala dalam jangka panjang.

Di Indonesia sendiri, tren penggunaan hipnoterapi sebagai pendekatan
komplementer mulai berkembang. Beberapa rumah sakit, klinik psikologi,
maupun praktisi independen mulai menyediakan layanan ini sebagai alternatif
tambahan untuk membantu klien yang menghadapi trauma masa lalu,
kecemasan, fobia, atau gangguan tidur.

Bahkan, sejak pandemi, praktik
hipnoterapi online juga semakin menjamur, mengingat sesi ini bisa dilakukan dengan efektif melalui panggilan video selama kondisi klien mendukung.
Masalah yang bisa dibantu dengan hipnoterapi cukup luas.

Mulai dari gangguan psikologis seperti kecemasan, depresi ringan, insomnia, trauma, hingga permasalahan perilaku seperti fobia, kebiasaan buruk (misalnya menggigit kuku atau menunda pekerjaan), dan kecanduan seperti rokok atau gadget.

Tidak hanya itu, hipnoterapi juga bisa membantu keluhan fisik yang berkaitan dengan stres seperti nyeri kronis, gangguan lambung (GERD), bahkan masalah kulit yang dipicu oleh kondisi emosional.

Proses hipnoterapi sendiri biasanya diawali dengan sesi konsultasi awal. Terapis
akan mengeksplorasi keluhan, riwayat pribadi, dan tujuan terapi. Setelah itu,
klien dibimbing memasuki kondisi relaksasi dengan teknik tertentu—bisa berupa visualisasi, fokus napas, atau instruksi suara.

Di kondisi trance inilah sugesti atau
intervensi terapeutik diberikan, yang bisa berupa afirmasi positif, visualisasi
penyembuhan, atau dialog bawah sadar. Di akhir sesi, klien akan dibangunkan
secara bertahap dan diajak merefleksikan pengalaman yang dialami selama sesi.
Meskipun hipnoterapi terbukti efektif, penting untuk memilih praktisi yang
terpercaya.

Di Indonesia, belum semua hipnoterapis memiliki standar kompetensi yang diakui secara nasional. Oleh karena itu, pastikan praktisi yang kamu pilih memiliki sertifikasi dari lembaga profesional, latar belakang yang relevan (psikologi atau kesehatan mental), serta menjelaskan prosesnya secara transparan dan etis.

Hipnoterapi bukanlah solusi ajaib yang bisa menyelesaikan semua masalah
dalam sekejap. Namun, bagi banyak orang, ini adalah pintu masuk untuk
mengenal diri lebih dalam, menyembuhkan luka batin yang selama ini
tersembunyi, dan mulai hidup dengan kesadaran baru. Ketika luka di masa lalu
tidak lagi mengendalikan masa depan, di situlah transformasi emosional yang
sesungguhnya dimulai.

Kalau kamu merasa sering cemas, terjebak dalam pola yang sama, atau ingin
memahami dirimu lebih baik, mungkin ini saat yang tepat untuk memberi
kesempatan pada hipnoterapi. Siapa tahu, jawaban yang kamu cari selama ini…
ternyata tersimpan di dalam dirimu sendiri.

Satria Siddik S.Psi,C.PHt,C.NLP